""SELAMAT DATANG DI HALAMAN BLOG KAMI""" ,,, "Terima Kasih atas Kunjungan Anda"____

27 Jul 2013

Hikmah Malam Lailatul Qodar

Lailatul Qadr merupakan puncak puasa Ramadan. Hampir semua umat Islam yang paham tentang ilmu puasa mengharapkan bisa bertemu dengan malam yang mulia dan penuh berkah itu. Masjid-masjid di berbagai kota di Indonesia maupun belahan dunia dipenuhi orang-orang yang beriktikaf demi memenuhi harapan untuk bertemu Lailatul Qadr yang penuh hikmah.


Malam yang diceritakan Alquran memiliki kualitas lebih dari seribu bulan itu, kata Rasululah SAW, selalu hadir pada sepuluh hari terakhir puasa. Karena itu sejak memasuki hari ke-21 sampai menjelang Idulfitri umat Islam berlomba-lomba beriktikaf memusatkan perhatian kepadanya. Konon ada yang meyakini malam itu bakal datang pada hari-hari ganjil: 21, 23, 25, 27, dan 29. Sehingga tak jarang memunculkan keinginan mencegatnya hanya pada malam-malam ganjil itu. Meskipun banyak juga yang tak mau main cegat-cegatan, mengikhlaskan iktikaf karena Allah semata, sepanjang hari-hari terakhir Ramadan.

Di Makkah dan Madinah sendiri, masjid penuh sesak dihadiri ratusan ribu jamaah. Hampir-hampir seperti suasana musim haji. Demikian pula masjid-masjid di Mesir dan negara-negara lainnya. Sepuluh hari terakhir Ramadan adalah malam-malam yang sangat istimewa. Banyak hamba Allah yang merindukan pertemuan dengan-Nya dalam kalamullah yang sedang dibacanya, meskipun tak sedikit pula yang sekadar ingin memperoleh keberkahan Lailatul Qadr. Dan, lantas mencegatnya.

Ada semacam kesalahkaprahan dalam menyongsong malam kemuliaan itu. Terutama, karena menganggap Lailatul Qadr bisa dicegat kedatangannya oleh sembarang orang. Sehingga, lantas ada yang bertahan melekmalam agar bisa tetap terjaga pada malam yang diperkirakan Lailatul Qadr bakal datang. Tak jarang, orang-orang yang demikian ini, mencegat tidak sambil mengkaji kandungan Alquran melainkan sambil begadang belaka.

Sesungguhnya, poin penting Lailatul Qadr bukanlah pada datangnya “sang malam”, melainkan pada turunnya “sang Jibril” bersama para malaikat yang menyertainya. Jika penekanannya pada “sang malam” maka siapapun bisa bertemu dengannya, meskipun katakanlah ia mencegat Lailatul Qadr sambil bermain kartu. Tentu pemahamannya bukan demikian. Hanya orang yang benar-benar layak sajalah yang bakal bertemu dengan para malaikat itu. Dengan kata lain, jika ada seribu orang sedang beriktikaf bersama di suatu tempat, belum tentu semua orang itu bakal didatangi oleh Sang Jibril.

Siapakah mereka yang bakal bertemu dengan malaikat pembawa wahyu itu? Adalah mereka yang jiwanya telah tersucikan oleh puasa Ramadannya selama duapuluh hari yang pertama. Ini mirip dengan cerita pewayangan, dimana kesatria yang bertapa bakal memperoleh azimat Kalimasada di akhir pertapaannya. Sebab, di akhir masa pertapaannya itu ia sudah memiliki jiwa yang suci dan bijak dan menyikapi kehidupan.

Lailatul Qadr juga demikian. Ia hanya turun kepada orang-orang yang telah berpuasa dengan baik. Bukan puasa yang sekadar menahan lapar dan dahaga, melainkan puasa yang mensucikan jiwa raganya. Mulai dari pikiran dan perasaannya, penglihatan, pendengaran, dan segala ucapannya, sampai kepada seluruh tingkah laku dan perbuatannya.

Kesucian jiwa yang demikian itulah yang membuat jiwanya mudah teresonansi oleh kalamullah alias firman-firman Allah yang sedang dikajinya. Ibarat sebuah stasiun pemancar dengan pesawat radio. Jika frekuensinya sudah matching, maka seluruh informasi yang dipancarkan oleh stasiun radio itu akan tertangkap dengan mudah oleh pesawat radio. “Sesungguhnya Alquran ini adalah bacaan yang sangat mulia. Pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh). Tidak (bisa) menyentuhnya kecuali orang-orang yang (telah) disucikan.”[Al Waaqi’ah: 77-79].

Makna “menyentuh” dalam ayat tersebut bukanlah bersifat fisik, sebab menurut kalimat sebelumnya, Alquran itu sebenarnya masih di Lauh Mahfuzh. Yang turun kepada manusia hanya berupa copy saja. Yakni hard-copy berupa teksalias redaksi Al Kitab. Sedangkan yang kedua adalah soft-copy alias Al Hikmah.

Sayangnya kebanyakan umat Islam terjebak pada mengkaji Al Kitab yang berisi teks-teks saja. Termasuk di bulan Ramadan ini banyak yang mengkhatamkan Alquran berulang-ulang, tapi hanya sebagai Al Kitab. Padahal substansi Alquran itu bukan pada Al Kitabnya, melainkan pada Al Hikmah. Barangsiapa membaca Alquran tanpa memahami isinya, ia temasuk orang-orang yang tidak memperoleh petunjuk.

Apakah yang dimaksud Al Hikmah? Ialah isi kandungan Alquran yang dipahami secara mendalam, sehingga menjadi pedoman hidup yang nyata di dalam jiwa manusia.“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang mendalam tentang isi Al Quran) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa dianugerahi al hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang sangat ­banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman-firman-Nya).”[QS. Al Baqarah: 269].

Lailatul Qodr adalah salah satu malam pada Bulan Ramadhan yang memiliki keutamaan yang sangat besar. Lalu bagaimana cara mendapatkan keutamaan tersebut?

Pertama: Imani adanya dan keutamaannya sesuai berita yang shohih yang sampai kepada kita. Dengan mengimaninya saja akan mendapatkan pahala, disamping itu juga dapat memotivasi kita untuk lebih bersemangat.

Lailatul Qadar merupakan malam yang sangat indah, penuh ketenangan, kesejahteraan, keselamatan, kedamaian dan keberkahan.

Menurut para ulama, Lailatul Qadar bisa berarti Malam Kemuliaan. Bisa juga dinamakan demikian karena pada malam tersebut turun kitab yang mulia, turun rahmat dan turun malaikat yang mulia.

ِإِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (١) “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.

Lailatul Qadar juga bisa berarti malam yang penuh sesak karena ketika itu banyak malaikat turun ke dunia. Pada malam inilah, banyak para malaikat yang turun ke bumi, termasuk malaikat yang paling utama yaitu Jibril -’alaihissalaam-.

تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (٤ Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk mengatur segala urusan.

“Lailatul Qadar itu pada malam 27 atau 29, sungguh Malaikat yg turun pd saat itu ke bumi lebih banyak dari jumlah batu kerikil.” (HR Thayalisi dlm Musnad-nya no. 2545; juga Ahmad II/519; dan Ibnu Khuzaimah dlm shahih-nya II/223)

Bisa juga berarti malam penetapan takdir / qodar.
فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِي(٤)أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَ
Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi kami.
(QS. Ad Dukhaan)

Pada malam ini, segala urusan yang penuh hikmah dirinci, maksudnya segala kejadian selama setahun ke depan ditentukan dengan izin Allah yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana. Penentuan takdir pada malam tersebut adalah penentuan takdir tahunan.
Malam itu penuh keselamatan, kedamaian dan keberkahan.

سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ Malam itu (penuh) keselamatan hingga terbit fajar.
(QS. Al Qadr)

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi
(QS. Ad Dukhaan)

وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (٢)لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (٣ Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (QS. Al Qadr)

Menakjubkan, malam tersebut lebih baik daripada seribu bulan yaitu sekitar 83 tahun.
(Untuk Makna Nama Lailatul Qodr, Periksa Zaadul Maysir, 6/177, Ibnul Jauziy, Mawqi’ At Tafaasir, Asy Syamilah).

Kedua: Beribadah sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi.

Sholat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ له مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Artinya : Barang siapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” [Hadits Riwayat Bukhari 4/217 dan Muslim 759]

Do’a
Disunnahkan untuk memperbanyak do’a pada malam tersebut.
Tirmidzi, Ibnu Majah dan selainnya meriwayatkan dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radliallahu ‘anha, beliau berkata,
قلت يا رسول الله أرأيت إن علمت أي ليلة ليلة القدر ما أقول فيها ؟ قال قولي اللهم إنك عفو كريم تحب العفو فاعف عني
Aku berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apabila aku mengetahui waktu malam Al Qadr, apakah yang mesti aku ucapkan pada saat itu?” Beliau menjawab, “Katakanlah,

اَ للّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنيِّ
Allahumma innaka ‘afuwwun, tuhibbul ‘afwa, fa’fu’anni
(Yaa Allah sesungguhnya engkau Maha pemberi ampunan, suka memberi pengampunan, maka ampunilah diriku ini).”


Seorang Ulama berkata: Barang siapa yang bersungguh-sungguh mengerjakan ibadah di malam tersebut seperti shalat /qiyamullail, membaca qur`an, berdoa, berdzikir dan mengerjakan amalan-amalan baik lainnya akan mendapatkannya dan memperoleh keuntungan yang telah Allah janjikan bagi orang-orang yang menghidupkan malam tersebut jika dia mengerjakannya dengan mengimani dan mengharapkan pahala dari Allah Swt.

Tidak ada komentar:

Postingan Populer