بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
1. إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
2. وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ .3
4. تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ
فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ
5. سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر
Artinya :
1. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan .
2. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
3. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
4. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
5. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.Padhilah Lailatul Qodar
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya (yang artinya), “Malam
kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk
mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit
fajar.” (QS. Al Qadar: 3-5).
Sebagaimana kata Abu Hurairah dalam Zaadul Maysir, malaikat akan turun pada malam lailatul qadar dengan jumlah tak terhingga. Malaikat akan turun membawa kebaikan dan keberkahan sampai terbitnya waktu fajar.
Kedua, lailatul qadar lebih baik dari 1000 bulan. An Nakha’i
mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000
bulan.” Mujahid dan Qatadah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih
baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar
lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat
lailatul qadar.
Ketiga, menghidupkan malam lailatul qadar dengan meningkatkan berbagai ibadah akan mendapatkan pengampunan dosa. sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
حَدَّثَنَا
مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ
أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ
لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ
مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya. Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami Hisyam telah menceritakan kepada kami Yahya dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang menegakkan lailatul qadar
(mengisi dengan ibadah) karena iman kepada Allah dan mengharapkan
pahala (hanya dariNya) maka akan diampuni dosa-dosa yang telah
dikerjakannya, dan barangsiapa yang melaksanakan shaum Ramadhan karena
iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dariNya) maka akan
diampuni dosa-dosa yang telah dikerjakannya. (HR. Bukhari .)
حَدَّثَنَا
مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ
عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْتَمِسُوهَا
فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي
تَاسِعَةٍ تَبْقَى فِي سَابِعَةٍ تَبْقَى فِي خَامِسَةٍ تَبْقَى
تَابَعَهُ عَبْدُ الْوَهَّابِ عَنْ أَيُّوبَ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Wuhaib telah menceritakan kepada kami Ayyub dari 'Ikrimah dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda. Berkata, telah
mengabarkan kepada saya bapakku dari 'Aisyah radliallahu 'anha dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam: carilah lailatul qadar pada sepuluh malam yang akhir dari Ramadhan, pada sisa malam kesembilan, pada yang ketujuh, pada yang kelima. Hadits ini dikuatkan pula oleh 'Abdul Wahhab dari Ayyub.:
(HR. Bukhari )
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ هِشَامٍ قَالَ
أَخْبَرَنِي أَبِي عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْتَمِسُوا حَدَّثَنِي مُحَمَّدٌ
أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُجَاوِرُ فِي
الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ وَيَقُولُ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ
الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Yahya dari Hisyam berkata, telah mengabarkan kepada saya bapakku dari 'Aisyah radliallahu 'anha dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: Carilah. Telah menceritakan kepada saya Muhammad telah mengabarkan kepada kami 'Abdah dari Hisyam bin 'Urwah dari bapakku dari 'Aisyah radliallahu 'anha berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan dan bersabda: carilah lailatul qadar pada sepuluh malam yang akhir dari Ramadhan.
(HR. Bukhari )
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ
حَدَّثَنَا أَبُو سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا
لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ
رَمَضَانَ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Abu Suhail dari bapaknya dari 'Aisyah radliallahu 'anha bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: carilah lailatul qadar pada malam yang ganjil dalam sepuluh malam yang akhir dari Ramadhan.
(HR. Bukhari )
Para ulama mengatakan bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan
tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat
untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika lailatul qadar sudah ditentukan
tanggal pastinya, justru nanti malah orang-orang akan bermalas-malasan.
Do’a di Malam Lailatul Qadar
Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar,
lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah.
Beliau radhiyallahu ‘anha berkata, ”Katakan padaku wahai
Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah
lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab, ”Katakanlah:
‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah
sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia yang menyukai permintaan
maaf, maafkanlah aku).”
Hadits ini diriwayatkan Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Adapun tambahan kata “kariim” setelah “Allahumma innaka ‘afuwwun …” tidak terdapat satu dalam manuskrip pun. Lihat Taraju’at no. 25.
Tanda Malam Lailatul Qadar
- Pertama, udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi. Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh/terpercaya)
- Kedua, malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.
- Ketiga, manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
- Keempat, matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik.” (HR. Muslim )
Bagaimana Seorang Muslim Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?
Lailatul qadar adalah malam yang penuh berkah. Barangsiapa yang
terluput dari lailatul qadar, maka dia telah terluput dari seluruh
kebaikan. Sungguh merugi seseorang yang luput dari malam tersebut.
Seharusnya setiap muslim mengecamkan baik-baik sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Di
bulan Ramadhan ini terdapat lailatul qadar yang lebih baik dari 1000
bulan. Barangsiapa diharamkan dari memperoleh kebaikan di dalamnya, maka
dia akan luput dari seluruh kebaikan.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih.)
Oleh karena itu, sudah sepantasnya seorang muslim lebih giat
beribadah ketika itu dengan dasar iman dan tamak akan pahala melimpah di
sisi Allah. Seharusnya dia dapat mencontoh Nabinya yang giat ibadah
pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Aisyah menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan
melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim )
Seharusnya setiap muslim dapat memperbanyak ibadahnya ketika itu,
menjauhi istri-istrinya dari berjima’ dan membangunkan keluarga untuk
melakukan ketaatan pada malam tersebut.
‘Aisyah mengatakan, “Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan
sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan
malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR Bukhari.
dan Muslim )
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika memasuki
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan
giat ibadah pada malam-malam tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan
anak-anaknya untuk melaksana kan shalat jika mereka mampu.
Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan malam lailatul qadar
adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan bukan seluruh
malam. Pendapat ini dipilih oleh sebagian ulama Syafi’iyah. Menghidupkan
malam lailatul qadar pun bukan hanya dengan shalat, bisa pula dengan
dzikir dan tilawah Al Qur’an (Lihat ‘Aunul Ma’bud, 3/313, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah).
Namun amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam lailatul qadar berdasarkan hadits, “Barangsiapa
melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap
pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari )
Bagaimana Wanita Haidh Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?
Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Adh Dhahak,
“Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir dan orang
yang tidur (namun hatinya dalam keadaan berdzikir), apakah mereka bisa
mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh Dhohak pun menjawab, “Iya,
mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima
amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.”
Dari riwayat ini menunjukkan bahwa wanita haidh, nifas dan musafir
tetap bisa mendapatkan bagian lailatul qadar. Namun karena wanita haidh
dan nifas tidak boleh melaksanakan shalat ketika kondisi seperti itu,
maka dia boleh melakukan amalan ketaatan lainnya. Yang dapat wanita
haidh lakukan ketika itu adalah: (1) Membaca Al Qur’an tanpa menyentuh
mushaf, (2) Berdzikir dengan memperbanyak bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (laa ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan dzikir lainnya, (3) Memperbanyak istighfar, dan (4) Memperbanyak do’a.
Beri’tikaf Demi Menanti Lailatul Qadar
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau. Inilah penuturan ‘Aisyah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dengan tujuan untuk mendapatkan
malam lailatul qadar, untuk menghilangkan dari segala kesibukan dunia,
sehingga mudah bermunajat dengan Rabbnya, banyak berdo’a dan banyak
berdzikir ketika itu. (HR. Bukhari dan Muslim )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar