Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul “Sejarah perkembangan bahasa sastra arab” disusun dalam rangka memenuhi tugas Tugas Mata Pelajaran.
Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. yang telah membimbing penulis selama kegiatan berlangsung.
2.
Rekan-rekan yang telah membantu menyusun makalah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Rekan-rekan yang telah membantu menyusun makalah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis merasa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis memohon adanya saran dan kritik untuk kemajuan penulis dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Amin.
BAB I
PENDAHULUAN
Menyebarnya sastra arab sangat erat kaitannya dengan bersinarnya islam secara luas ke berbagai belahan dunia terutama pada abad ke 7 hijriah, hal ini dikarenakan ia adalah bahasa Al-Qur’an yang mulia. Bahasa yang indah ini menyebar ke berbagai penjuru timur dan barat, sehingga sebagian besar peradaban dunia pada masa itu sangat terwarnai oleh peradaban Islam. Mereka yang berperan mengembangkan sastra arab pada masa kejayaan islam berasal dari berbagai suku bangsa, diantara mereka berasal dari Jazirah Arab, Mesir, Romawi, Armenia, Barbar, Andalusia dan sebagainya, walau berbeda bangsa namun mereka semua bersatu diatas Islam dan Bahasa Arab, mereka berbicara dan menulis karya sastra serta berbagai kajian keilmuan lainnya dengan Bahasa Arab .
Dan tidaklah Allah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Quran melainkan karena ia adalah bahasa terbaik yang pernah ada. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman “Sesungguhnya Kami telah jadikan Al-Quran dalam bahasa Arab supaya kalian memikirkannya.”(Yusuf : 2). Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman, “Dan sesungguhnya Al-Quran ini benar-benar diturunkan oleh Pencipta Semesta Alam ,dia dibawa turun oleh Ar ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas“(Asy Syu’ara:192-195).
Allah juga berfirman “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.
Pembahasan ini mencoba untuk membangkitkan semangat para generasi muda islam untuk mengkaji kembali kebudayaan islam yang agung dan indah ini, kebudayaan yang pernah memimpin dunia, yang mampu menyentuh bagian hati manusia yang paling dalam dengan cahaya imannya, menjadi penawar bagi jiwa yang luka, menghidupkan kembali hati yang mati.
Sastra Arab dan Pembagian Periode Perkembangannya
Kata الأدب sendiri telah mengalami berbagai macam perubahan makna seiring berjalannya waktu dan bergantinya peradaban bangsa arab, dahulu kala kata الأدب bermakna undangan untuk makan. Pengertian Adab terus berubah hingga akhirnya menjadi sesuatu yang kita pahami saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Adab
Adab memiliki dua makna ; makna khusus dan makna umum
Secara umum الأدب berarti berhias diri dengan akhlak yang luhur seperti jujur, amanah dsb, orang bijak mengatakan :أدبني ربي فأحسن تأديبي “Robbku telah mendidikku dengan sebaik-baiknya pendidikan.” Dalam definisinya, Al-Jurjani meletakkan Adab sebagai sesuatu yang setara dengan Ma’rifah yang mencegah pemiliknya dari terjerumus kedalam berbagai bentuk kesalahan.
Secara Khusus “Al-Adab” berarti :
الكلام الانشائي البليغ الذي يقصد به إلى التأ ثيرفي عواطف القراء والسامعين ، سواء كان شعرا أم نثرا
“Yaitu perkataan yang indah dan jelas, dimaksudkan untuk menyentuh jiwa mereka yang mengucapkan atau mendengarnya baik berupa syair maupun natsr atau prosa. “
1. Perkataan tersebut haruslah memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :
2. Lafaznya haruslah mudah dan indah
3. Memiliki kedalaman makna
4. Menyentuh jiwa
B. Jenis-jenis Adab
1. Natsr atau prosa: yaitu ungkapan yang indah namun tidak memiliki wazan maupun qofiyah, seperti khotbah, surat, wasiat, perkataan hikmah, matsal, dan kisah.
2. Syair: yaitu ungkapan indah yang memiliki wazan maupun qofiyah, seperti :
تـعلم فليس المرء يولد عالما فليس أخو علم كـما هو جـاهل
وإن كبير القوم لا علم عنده صغير إذ التفت عليه المحا فل
Jenis-jenis syair seperti: deskripsi atau pemerian, pujian, ejekan, kedukaan, hikmah dsb.
C. Sejarah Adab
Ilmu sejarah adab merupakan suatu ilmu untuk mengetahui kondisi sastra di berbagai periode perkembangannya, baik dari segi kuat atau lemahnya maupun sedikit atau banyaknya. Melalui ilmu ini kita juga dapat mengetahui kehidupan para sastrawan, baik dari segi masa dimana ia hidup, tempat dan karya-karyanya.
D. Periode Perkembangan Adab
Periode perkembangan dalam sastra arab dibagi kedalam enam periode :
1. Periode Jahiliyah : Sejak dua abad atau satu setengah abad sebelum islam hingga masa dimana islam muncul.
2. Periode awal Islam : Sejak munculnya islam hingga berakhirnya kepemimpinan Khulafa’urrasyidin tahun 40 H.
3. Periode Daulah Umayyah : Sejak berdirinya Dinasti Umayyah tahun 40 H hingga masa keruntuhannya tahun 132 H.
4. Periode Daulah Abbasiyah : Sejak berdirinya Dinasti Abbasiyah tahun 132 H hingga masa keruntuhannya akibat serangan pasukan Tatar tahun 656 H.
5. Periode Keruntuhan: Periode ini dibagi dua fase yaitu sejak runtuhnya Dinasti Abbasiyah tahun 656 H dan ketika Dinasti Utsmaniyyah menguasai Kairo pada tahun 923 H dan berakhir hingga runtuhnya Dinasti Utsmaniyyah pada awal abad ketiga belas hijriah.
6. Era baru: Ditandai dengan munculnya gerakan-gerakan kebangkitan islam dibeberapa negara arab pada awal abad ketiga belas hijriah hingga saat ini.
E. Nash-nash Adab
Yaitu kutipan dari karya-karya sastra yang terpilih yang merupakan ucapan maupun tulisan dari para sastrawan dari berbagai masa dan tema.
Abu Fairuz Ichsan Mufti : Disampaikan pada Kajian Sastra Islam 7 des 2006 di Mushala FMIPA UGM. Penyelenggara “Forum Kajian Islam Mahasiswa Yogyakarta”.
Wazan Atau Timbangan Kata
Wazan atau timbangan kata dalam bahasa arab adalah keserupaan bentuk/irama kata antara kata-kata yang menyusun suatu baris bait dengan kata-kata di baris berikutnya.
Qofiyah adalah kesamaan bunyi huruf akhir dalam sebuah bait syair dengan bait lainnya.
Pada awal abad ke-8 M, dalam dunia sejarah sastra Arab, sesungguhnya kegiatan menulis prosa sudah dimulai saat dinasti Umayah berkuasa. Ini dapat dibuktikan dengan adanya karya besar Ali bi Abi Thalib, yakni Nahj Al Balaghah.Karya besar ini sebenarnya berbentuk prosa akan tetapi orang-orang Arab tidak berpandangan demikian. Prosa tidak begitu berkembang disebabkan, pada saat Dinasti Umayyah berkuasa, para penguasa terlalu menempatkan dan memposisikan bangsa Arab dalam kegiatan di bidang sastra dan intelektual sehingga mereka menganggap bahwa sastra Arab adalah sastra yang paling unggul dibanding dengan sastra-sastra lainnya. Akhirnya penulisan prosa tidak begitu berkembang karena mereka lebih berminat dan senang untuk menulis puisi dari pada prosa. Namun keadaan ini berubah saat peralihan kekuasaan dari Dinasti Umayyah ke tangan Dinasti Abbasiyah. Pada saat itulah prosa mengalami perkembangan dan kemajuan. Para khalifah Abbasiyah mulai memberikan kesempatan dan peluang kepada orang-orang non-Arab (‘Ajm) untuk ikut andil dalam kegiatan penulisan di bidang sastra dan intelektual. Hal ini tidak seperti yang terjadi pada masa dinasti Umayyah berkuasa, yang hanya memprioritaskan orang-orang Arab dalam kegiatan di bidang sastra. Pada masa Abbasiyah, penulisan di bidang sastra mulai melibatkan orang non-Arab, yang sudah menguasai bahasa Arab, khususnya penulis Persia karena mereka juga mempunyai tradisi lama dalam sastra, khususnya dalam penulisan prosa yang kemungkinan dapat terus mengembangkan prosa saat itu.Ketika Dinasti Umayyah berkuasa, penulisan prosa berkembang begitu lambat karena hanya sebatas merekam, mencatat, dan mengumpulkan hadist-hadist Nabi serta peperangan yang terjadi saat itu. Penulisan prosa mulai berkembang pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Disebutkan bahwa sepanjang dinasti Abbasiyah, ada tiga jenis prosa yang berkembang saat itu. Yaitu, al-Qishas (kisah), al-Maqamat, dan al-Tawq’at. Pertama al-Qishas adalah genre sastra yang belum pernah dikenal dalam tradisi jahiliyah walaupun mereka mempunyai cerita-cerita yang disampaikan secara lisan. Al-Qur’an sangat mendorong dan mempengaruhi karya ini. Misalnya kisah-kisah yang tercantum di dalamnya yakni, Qisah al-Anbiya atau kisah para Nabi, ada pula cerita berbingkai seperti Kalilah Wa Dimnah, dll. Kedua, al-Maqamat yaitu himpunan cerita-cerita pendek. Ketiga, al-Tawq’at yaitu genre yang digemari hingga saat ini dan merupakan karangan yang ringkas dan indah bahasanya.Itulah tadi jenis-jenis prosa yang tidak dibahas secara detail. Namun dalam tulisan ini sedikit banyak hanya akan membahas salah satu contoh jenis prosa pertama yakni al-Qishas yang ditulis dalam bentuk fabel atau cerita berbingkai yaitu Kalilah Wa Dimnah oleh Ibnu Al-Muqoffa’. Walaupun karya tersebut adalah terjemahan dari karyaBaidaba, filosof India, namun Ibnu Al-Muqoffa’ menjadikan karya tersebut begitu masyhur tanpa mengubah makna yang terkandung di dalam karya aslinya. Hal ini disebabkan relevansi karyanya begitu menonjol dibanding karya penulis-penulis lain sezamannya. Karya tersebut begitu berpengaruh terhadap perkembangan sastra Arab dan juga terhadap sastra dunia. Karya ini merupakan prosa yang menggemakan nilai etis-moral dan religiusitas bagi masyarakat dan di dalamnya tidak hanya tersurat bacaan akan tetapi juga tersirat tuntunan. Dalam tulisan ini terdiri dari beberapa bagian.Pertama, pendahuluan. Pada bagian yang kedua, pembahasan yang terdiri; sejarah hidup Ibnu al-Muqoffa’ beserta karya-karyanya, sejarah teks, sejarah terjemahan, kronologis cerita, Karya titik temu dunia Timur dan Barat. Pada bagian terakhir, berupa kesimpulan.
B. Sejarah Hidup Ibnu Al-Muqoffa’ dan karya-karyanya
Ibnu al-Muqoffa’ hidup dan tumbuh pada saat terjadi pergolakan dan konfilk di masyarakat. Saat itu terjadi peralihan kekuasaan dari Dinasti Umayah ke tangan Dinasti Abbasiyah, yang ditandai dengan terjadi banyak konflik. Maka pada saat itu keadaan politik di dunia Islam carut-marut dengan kondisi tersebut. Kehidupan umat Islam dan masyarakat Arab terus mengalami pergolakan yang berkepanjangan sehingga akhirnya Dinasti Abbasiyah dapat meraih tampuk kekuasaan dari Dinasti Umayyah. Ibnu al-Muqoffa’ dilahirkan di sebuah kampung dekat Shiraz, Persia, sekitar tahun 80 H. Ia dilahirkan dari dua darah kebudayaan. Ayahnya, Dzazuwih berdarah Persia dan ibunya berasal dari keturunan bangsa Arab. Maka dari sinilah ia banyak mewarisi dua kultur tersebut. Sehingga ia bertekad untuk menjembatani dari dua peradaban tersebut, yakni peradaban Persia dan Arab.
Sebenarnya nama Ibnu al-Muqoffa’ yang asli adalah Ruzbah. Ketika ia masih muda dinamakan Kunyah Abu Amru. Namun setelah masuk Islam Ia bernama Abdullah. Sedangkan nama Ibnu al-Muqoffa’ adalah julukan bagi ayahnya. Dazuwih adalah ayahnya yang beragama Majuzi. Ayahnya bekerja dan mengabdi kepada Gubernur Hajjaj Yusuf al-Thaqafi, sebagai pemungut pajak. Namun setelah lama bekerja, ayahnya tertangkap basah menyalahkangunakan dana hasil pemungutan pajak. Sehingga ia dihukum dera tangannya sampai lumpuh. Maka mulai saat itulah Dazuwih dijuluki al-Muqoffa’ yang berarti Si Lumpuh. Nama itu kemudian disandarkan kepada Ibnu al-Muqoffa’.Sejarah kehidupannya tidak banyak diketahui akan tetapi sedikit banyak disebutkan dalam beberapa literarur bahwa Ibnu al-Muqoffa’ dikenal sebagai sosok yang memilki kepribadian yang agung dan terpuji, luas pengetahuannya, dan ia juga dikenal sebagai pribadi yang terpadu dan memiliki latar budaya Islam yang luas serta seorang pemikir yang menjembatani antara perdaban Persia dan Arab. Ia juga menguasai berbagai bahasa seperti Bahasa Arab, Suryani, Pahlewi, Sankrit, dan Yunani. Dia banyak mendalami dan mempelajari sejarah dan Peradaban Persia Lama dan ia juga gemar membaca naskah-naskah lama dengan kemampuannya tersebut. Selain itu dalam karirnya, ia dikenal sebagai juru tulis istana kerajaan.Ketika berusia belasan tahun keluarganya pindah ke Basrah dan di sini ia memperdalam penguasaannya terhadap Bahasa Arab. Basrah ketika itu telah merupakan pusat pengetahuan dan kebudayaan Islam. Di kota ini terdapat pasar Mirbad yang merupakan tumpuan para ulama, cerdik cendikia dan sastrawan untuk berkumpul dan saling memperbincangkan falsafah, agama dan ilmu pengetahuan.[1]Pada saat Dinasti Abbasiyah berkuasa Ibnu al-Muqoffa’ memulai gerakan penulisannya dengan menjadi juru tulis kerajaan, yang ibukotanya berpusat di Baghdad. Akhirnya ia pun pindah ke sana dan melibatkan diri dengan kaum kerabat al-Manshur, khalifah Abbasiyah, setelah mendapat posisi penting sebagai juru tulis kerajaan, yang diangkat oleh Gubernur Isa bin Ali di Kirman dan saat itu juga Ia memeluk agama Islam. Namun pada akhir hayatnya banyak orang yang menuduhnya sebagai Zindiq. Mereka memfitnah Ibnu al-Muqoffa’ zindiq karena mereka mempertanyakan dan mensangsikan tentang keyakinannya dan keislamannya dalam beragama Islam. Ia harus rela meninggal di tangan Sufyan bin Mu’awiyah pada tahun 143 H dalam usia 60 tahun, sebagai konsekuensi atas nilai dan keyakinannya. Dihukum mati atas tuduhan zindiq sebagai fitnah belaka, orang yang tidak suka terhadapnya.Walaupun akhir hayatnya begitu mengharukan, namun buah karyanya tidak dapat dilupakan akan tetapi sebaliknya menjadi legenda untuk semua orang. Buah karyanya begitu masyhur, hingga sampai saat ini pun kita dapat menikmati karya-karyanya itu.
Karya-karya Ibnu al-Muqoffa’ sangat banyak namun dikatakan bahwa karyanya yang sampai saat ini ada, hanya berjumlah lima buah yakni:
Pertama, Al-Adab al-Shagir atau adab kecil
Kedua, Al-Adab al-Kabir atau adab besar
Ketiga, Risalah Al-shahabat atau uraian tentang persahabatan
Keempat, Al-Yatimah Fi Taat al-Sulthan
Kelima, Kalilah Wa dimnah
Namun dari sekian banyak karyanya yang berupa terjemahan, Kalilah Wa Dimnah begitu masyhur sampai saat ini. Karyanya ini diterjemahkan dari Bahasa Persia ke Bahasa Arab. Walaupun karyanya tersebut adalah berupa terjemahan dari Baidaba, namun Ia tidak mengubah isi yang terkandung di dalam karya aslinya. Ia hanya menyisipkan beberapa cerita-cerita dalam karya tersebut.
C. Sejarah asal-usul dan TerjemahanTeks
Kalilah Wa Dimnah merupakan kitab karya filosof India yakni Baidaba. Karya tersebut diterjemahkan Ibnu al-Muqoffa’ tanpa mengubah inti arti karya aslinya. Ia menyisipkan cerita-cerita berbingkai di dalam karya tersebut. Menurut Bahnud Ibn Sahwan atau dikenal dengan Ali bin Syah al-Farisi, tujuan Baidaba membuat karya Kalilah Wa Dimnah adalah atas permintaan raja Dabsyalim dan untuk dipersembahkan kepada raja Dabsyalim, raja India pada abad ke-3 SM.[2]Setelah karya ini selesai dibuat selama beberapa kurun waktu. Baginda raja Dabsyalim bermaksud memberi penghargaan terhadapnya namun ia menolak untuk menerima imbalan tersebut. Namun permintaannya kepada sang raja adalah agar sang raja bisa menjaga dan menyimpan dengan baik kitab karyanya tersebut agar tidak ada yang mengambilnya.
Pada pertengahan abad VI atau tepatnya 672 M, Persia dipimpin raja yang bernama Anusirwan Ibnu Qudaba. Ia mendengar bahwa di India ada karya Kalilah Wa Dimnah yang terkenal atau masyhur. Karena Ia adalah orang termasuk suka terhadap ilmu pengetahuan maka timbul dalam hatinya berambisi untuk memilikinya. Akhirnya Ia memerintahkan Barzawy (seorang dokter istana dan orang kepercayaannya) untuk pergi ke India, mengambil dan membawa kitab itu ke hadapannya. Rencananya itu berhasil. Barzawy dapat membawa manuskrip itu kepada raja dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Persia atau bahasa Pahlewi. Kemudian teks ini hilang, namun untungnya teks ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Syiria, sehingga melalui inilah karya Ibnu al-Muqoffa’ diterjemahkan dalam bahasa Arab sehingga sampai sekarang bisa kita baca. Kitab ini ditulis berdasarkan teks sansekerta berjudul pancatranta. Teks aslinya, pertama kali diterjemahkan ke dalam Bahasa Tibet. Teks asli dalam bahasa Sanskrit hilang dan tidak pernah diketemukan. Dan kemudian teks dalam bahasa Tibet pun juga hilang. Yang dijumpai adalah teks yang terdiri dari lima bagian yang disebut pancatranta, padahal sebelumnya terdiri dari tujuh bagian. Teks yang tidak lengkap inilah yang kemudian banyak diterjemahkan ke dalam bahasa India.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari tulisan di atas, penulis menyimpulkan bahawa sejarah pekembangan arab, adalah suatu sejarah bagi bangsa islam.
B. Saran
Mnyarankan kita untuk selalu mengingat sejarah-sejarah islam, supaya kita slalu berada dalam lindungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Tim penulis.2006.Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk SMA kelas
X.Jakarta:Widya Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar