Jakarta (Pinmas)--Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, sejarah telah mencatat bahwa kaum santri telah memberi sumbangan nyata dan berjasa besar dalam membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Sulit dibayangkan kebangkitan Indonesia akan terwujud jika keharmonisan sosial tidak cukup solid," kata Suryadharma Ali pada sambutan Silaturahim Akbar Pondok Pesantren dan Diniyyah Takmiliyah se-Provinsi DKI Jakarta, di Silang Monas, Jumat (20/05) pagi.
Hadir pada acara tersebut Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar, Kakanwil Kemenag DKI Jakarta H. Sutami, Pimpinan Pondok Pesantren Darunajah Jakarta, KH. Mahrus Amin, Direktur Pondok Pesantren Chairul Fuad Yusuf, dan sejumlah undangan lainnya.
Menurut Menag, kaum santri lebih mementingkan persatuan dan kesatuan. Karena itu sulit dibayangkan kebangkitan Indonesia dapat terwujud jika keharmonisan sosial tak solid.
Dalam kaitan itu, Menag mengingatkan agar nilai-nilai yang dianut bangsa Indonesia tidak dibenturkan sehingga memungkinkan terjadinya letupan kontraproduktif yang dapat merugikan masyarakat.
Menag mengatakan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, maka pesantren merupakan bagian tak terpisahkan dari Sistem Pendidikan Nasional.
Menag Suryadharma Ali menambahkan, lulusan pesantren yang memenuhi syarat dan ketentuan akan mendapat pengakuan sama sebagaimana halnya lulusan pendidikan umum, baik tingkat dasar, tingkat menengah maupun pendidikan tinggi. "Ada kelebihan pada pesantren, antara lain, berhasil memberi bekal kemandirian dan modal spiritual bagi para santrinya," ujarnya.
"Ini yang memosisikan pesantren secara positif di tengah masyarakat," ucap Menag.
Tergerus
Menag mengingatkan, tidak mustahil derasnya arus informasi dan makin terbukanya pesantren maka nilai luhur kepesantrenan dapat tergerus oleh kepentingan pragmatis.
Jika tak mampu merumuskan komitmen baru dengan tantangan tersebut, kata Menag, pesantren bisa terbawa arus yang merugikan. Misalnya, hanyut pada eksklusifisme atau radikalisme.
Menag Mengatakan, karena itu, penyelenggaraan pendidikan diniyyah dan pondok pesantren-- dengan segala kegiatan keagamaan di dalamnya -- perlu mendapat pencerahan setiap saat.
Menag Suryadharma Ali juga mengatakan bahwa dari tingginya dinamika masyarakat, seringkali diperoleh kesan bahwa integritas kepribadian bangsa terusik. Untuk itu perlu membangun kembali jatidiri bangsa. Berbagai tahapan pembangunan dan berbagai terobosan yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat menyokong penguatan karakter bangsa.
"Di sinilah saya mengharapkan pesantren dapat menunjukkan eksistensinya," kata Suryadharma Ali. (ant/es)
"Sulit dibayangkan kebangkitan Indonesia akan terwujud jika keharmonisan sosial tidak cukup solid," kata Suryadharma Ali pada sambutan Silaturahim Akbar Pondok Pesantren dan Diniyyah Takmiliyah se-Provinsi DKI Jakarta, di Silang Monas, Jumat (20/05) pagi.
Hadir pada acara tersebut Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar, Kakanwil Kemenag DKI Jakarta H. Sutami, Pimpinan Pondok Pesantren Darunajah Jakarta, KH. Mahrus Amin, Direktur Pondok Pesantren Chairul Fuad Yusuf, dan sejumlah undangan lainnya.
Menurut Menag, kaum santri lebih mementingkan persatuan dan kesatuan. Karena itu sulit dibayangkan kebangkitan Indonesia dapat terwujud jika keharmonisan sosial tak solid.
Dalam kaitan itu, Menag mengingatkan agar nilai-nilai yang dianut bangsa Indonesia tidak dibenturkan sehingga memungkinkan terjadinya letupan kontraproduktif yang dapat merugikan masyarakat.
Menag mengatakan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, maka pesantren merupakan bagian tak terpisahkan dari Sistem Pendidikan Nasional.
Menag Suryadharma Ali menambahkan, lulusan pesantren yang memenuhi syarat dan ketentuan akan mendapat pengakuan sama sebagaimana halnya lulusan pendidikan umum, baik tingkat dasar, tingkat menengah maupun pendidikan tinggi. "Ada kelebihan pada pesantren, antara lain, berhasil memberi bekal kemandirian dan modal spiritual bagi para santrinya," ujarnya.
"Ini yang memosisikan pesantren secara positif di tengah masyarakat," ucap Menag.
Tergerus
Menag mengingatkan, tidak mustahil derasnya arus informasi dan makin terbukanya pesantren maka nilai luhur kepesantrenan dapat tergerus oleh kepentingan pragmatis.
Jika tak mampu merumuskan komitmen baru dengan tantangan tersebut, kata Menag, pesantren bisa terbawa arus yang merugikan. Misalnya, hanyut pada eksklusifisme atau radikalisme.
Menag Mengatakan, karena itu, penyelenggaraan pendidikan diniyyah dan pondok pesantren-- dengan segala kegiatan keagamaan di dalamnya -- perlu mendapat pencerahan setiap saat.
Menag Suryadharma Ali juga mengatakan bahwa dari tingginya dinamika masyarakat, seringkali diperoleh kesan bahwa integritas kepribadian bangsa terusik. Untuk itu perlu membangun kembali jatidiri bangsa. Berbagai tahapan pembangunan dan berbagai terobosan yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat menyokong penguatan karakter bangsa.
"Di sinilah saya mengharapkan pesantren dapat menunjukkan eksistensinya," kata Suryadharma Ali. (ant/es)
Sumber : Kemenag
Tidak ada komentar:
Posting Komentar