Menanamkan pendidikan terhadap anak menurut sari'at islam bukanlah hal yang gampang mengingat zaman sekarang dimana pendidikan akidah telah diabaikan bahkan ditinggalkan, ini langkah-langkah penerapan pendidikan jauh dari kebenaran dan mengakibatkan berbahaya pada masa depan anak terutama akidah sebagai dasar pegangan kehidupan menuju waladun shaliun,
Coba kita renungkan ayat-ayat Al-Qur'an dibawah ini
وَإِذْ قَالَ
لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ
لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya : Dan
(Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar (QS. Lukman: 13).
Dari ayat tersebut dapat kita ambil pokok pikiran sebagai berikut :
Dari ayat tersebut dapat kita ambil pokok pikiran sebagai berikut :
Pertama :
Orang tua wajib memberi pendidikan
kepada anak-anaknya.
Kedua :
Dalam mendidik prioritas pertama adalah
penanaman akidah, pendidikan akidah diutamakan agar menjadi kerangka
dasar dan landasan dalam membentuk pribadi anak yang soleh.
Dalam mendidik hendaknya menggunakan pendekatan yang bersifat kasih sayang, hal ini dapat kita cermati dari seruan Lukman kepada anak-anaknya, yaitu “Yaa Bunayyaa” (Wahai anak-anakku), seruan tersebut menyiratkan sebuah ungkapan yang penuh muatan kasih sayang, sentuhan kelembutan dalam mendidik anak-anaknya. Indah dan menyejukkan. Kata Bunayya, mengandung rasa manja, kelembutan dan kemesraan, tetapi tetap dalam koridor ketegasan dan kedisplinan, dan bukan berarti mendidik dengan keras.
Mendidik anak dengan keras hanya akan menyisakan dan membentuk anak berjiwa keras, kejam dan kasar, kekerasan hanya meninggalkan bekas yang mengores tajam kelembutan anak, kelembutan dalam diri anak akan hilang tergerus oleh pendidikan yang keras dan brutal. Kepribadian anak menjadi kental dengan kekerasan, hati, pikiran, gerak dan perkataannya jauh dari kebenaran dan kesejukan.
Dalam mendidik hendaknya menggunakan pendekatan yang bersifat kasih sayang, hal ini dapat kita cermati dari seruan Lukman kepada anak-anaknya, yaitu “Yaa Bunayyaa” (Wahai anak-anakku), seruan tersebut menyiratkan sebuah ungkapan yang penuh muatan kasih sayang, sentuhan kelembutan dalam mendidik anak-anaknya. Indah dan menyejukkan. Kata Bunayya, mengandung rasa manja, kelembutan dan kemesraan, tetapi tetap dalam koridor ketegasan dan kedisplinan, dan bukan berarti mendidik dengan keras.
Mendidik anak dengan keras hanya akan menyisakan dan membentuk anak berjiwa keras, kejam dan kasar, kekerasan hanya meninggalkan bekas yang mengores tajam kelembutan anak, kelembutan dalam diri anak akan hilang tergerus oleh pendidikan yang keras dan brutal. Kepribadian anak menjadi kental dengan kekerasan, hati, pikiran, gerak dan perkataannya jauh dari kebenaran dan kesejukan.
Kelembutan,
kemesraan dalam mendidik anak merupakan konsep Al-Quran, apapun
pendidikan diberikan kepada anak hendaknya dengan kelembutan dan kasih
sayang. Begitu juga dalam prioritas mendidik diutamakan mendidik
akidahnya terlebih dahulu, dengan penyampaian lembut dan penuh kasih
sayang. Mudah-mudahan anak akan tersentuh dan merasa aman di dekat orang
tuanya, kenapa dalam mendidik perlu diutamakan akidah terlebih dahulu?
Kenapa tidak yang lain? Jawabnya adalah karena akidah merupakan pondasi
dasar bagi manusia untuk mengarungi kehidupan ini. Akidah yang kuat akan
membentengi anak dari pengaruh negatif kehidupan dunia. Sebaliknya
kalau akidah lemah maka tidak ada lagi yang membentengi anak dari
pengaruh negatif, apakah pengaruh dari dalam diri, keluarga, maupun
masyarakat di sekitarnya.
Kenapa harus akidah......?
Karena dengan akidah anak selamat dunia dan akherat, akidah adalah modal dasar bagi anak menapaki kehidupan, dapat dibayangkan apa yang terjadi jika seorang anak tidak mempunyai akidah yang kuat, pasti anak-anak itu akan mudah terserang berbagai virus-virus kekejian, kemungkaran, kemunafikan, dan kemaksiatan kepada Allah, imunitas keimanan anak akan lemah, dan pada akhirnya anak terjebak dalam kelamnya dunia ini. Terbawa arus deras gelapnya kehidupan, tenggelam dalam kubangan kemaksiatan, kegersangan hidup dan kesengsaraan batin.
Karena dengan akidah anak selamat dunia dan akherat, akidah adalah modal dasar bagi anak menapaki kehidupan, dapat dibayangkan apa yang terjadi jika seorang anak tidak mempunyai akidah yang kuat, pasti anak-anak itu akan mudah terserang berbagai virus-virus kekejian, kemungkaran, kemunafikan, dan kemaksiatan kepada Allah, imunitas keimanan anak akan lemah, dan pada akhirnya anak terjebak dalam kelamnya dunia ini. Terbawa arus deras gelapnya kehidupan, tenggelam dalam kubangan kemaksiatan, kegersangan hidup dan kesengsaraan batin.
Akidah adalah asas untuk membangun Islam. kalau asasnya sudah bagus
maka Islam akan tegak dalam diri anak, kenapa dewasa ini banyak
anak-anak yang tidak tegak agamanya, tidak kuat akidahnya sehingga
banyak terjadi penyelewengan, semua itu terjadi akibat pemahaman akidah
yang dangkal, sehingga mudah goyah pendiriannya dan akhirnya roboh.
Memang kalau kita perhatikan orang tua jaman sekarang tidak banyak yang
menekankan pendidikan akidah kepada anak-anaknya. Orang tua tidak merasa
sedih dan takut kalau anaknya terjebak kepada keimanan yang rapuh,
orang tua tidak pernah mengeluh kalau anaknya tidak membaca Al-Quran,
menghafal Al-Quran, tetapi orang tua akan marah kalau anaknya tidak
pergi les matematika, les fisika, les komputer, orang tua tidak merasa
takut kalau anaknya tidak pergi mengaji, bayaran iuran mengaji
terlambat, orang tua khawatir kalau anaknya belum bayar iuran bulanan
les matematika, fisika dan lain sebagainya. Kenyataan tersebut
menunjukkan bahwa sikap orang tua terhadap pendidikan masih tebang
pilih, kurang adil dalam mendidik anak-anaknya, para orang tua terkesan
berat sebelah, padahal pendidikan seharusnya diterima anak secara utuh,
baik pendidikan yang berupa keduniaan dan keakheratan, di antaranya
adalah pendidikan akidah.
Untuk itu, langkah awal dalam mendidik anak adalah penanaman akidah,
tidak yang lain. Kalau akidah anak sudah kuat maka apa saja bangunan
keahlian yang akan di dirikan dalam diri anak akan kokoh, apakah menjadi
tentara, polisi, dosen, pengusaha, ilmuwan dan lain sebagainya. Kalau
akidah sudah kuat, kalaupun menjadi polisi ia akan menjadi polisi yang
beriman, tentara beriman, hakim beriman, ilmuwan beriman, presiden yang
beriman, yang pasti pondasi keimanan akan bersemayam dalam dirinya.
Dalam ayat di atas, juga tergambar bahwa mendidik anak bukan hanya
tanggung jawab ibu tetapi juga menjadi tanggung jawab bapak. Selama ini
kebiasaan dalam masyarakat kita dalam mendidik anak lebih berat kepada
kaum ibu, dengan alasan ibulah yang sering bertemu dan bercengkerama
dengan anak, sedangkan bapak lebih diidentikkan dan diposisikan sebagai
kepala rumah tangga, lebih khusus diletakkan pada tanggung jawab dalam
aspek ekonomi dan finansial sedangkan aspek edukasi terabaikan. Sehingga
yang terjadi adalah peran bapak dalam mendidik anak terabaikan, akibat
lebih jauh adalah anak menjadi kurang interaksinya dengan bapaknya, anak
akan mendekat dan bertemu wajah dan berbicara dengan bapaknya kalau ada
perlu, ketika akan meminta uang jajan. Padahal, dalam konsep Al-Quran
peran bapak dalam mendidik anak sangat besar, hal ini dapat kita cermati
dari peran Lukman dalam mendidik anak-anaknya. Peran Yaqub dan Ibrahim
dalam mendidik anak-anaknya. Untuk itu sudah saatnya orang tua mulai
berbagi dan berkerjasama dalam mendidik anak, perlu duduk bersama
membicarakan langkah dan metode yang tepat untuk anak-anaknya.
Setelah akidah anak kuat, orang tua perlu menekankan pendidikan pada
aspek ibadah seperti salat, berdakwah dengan memberi contoh terlebih
dahulu, seperti mencegah diri dari yang mungkar dan selalu melakukan
kebaikan. Setelah itu memberi nasehat kepada orang lain untuk
meninggalkan kemungkaran dan mengerjakan kebaikan. Dan yang tidak kalah
penting adalah sabar dalam menghadapi cobaan hidup. Sebab hidup itu
ibarat di lautan, kadang-kadang ombak besar dan menggila dan
menghempaskan kapal kita, lain waktu lautan menjadi sangat bersahabat
sehingga kapal kita dapat berlayar dengan tenang tanpa gangguan.
Demikian juga hidup, tidak selamanya bahagia, tidak selamanya sedih,
kadang dalam kemiskinan, terkadang dalam keadaan kaya. Untuk itu sebagai
orang tua yang bijak perlu mendidik anak-anaknya untuk bersabar
menghadapi berbagai cobaan hidup. Allah berfirman,
”Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”(QS. Lukman: 17)
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ
بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ
مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
”Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”(QS. Lukman: 17)
Ayat di atas, memberi pengajaran kepada para orang tua untuk selalu
memantau salat anak, apakah salatnya sudah dilaksanakan dengan baik,
lengkap syarat, rukunya, apakah salatnya sudah dilaksanakan liam kali
seharisemalam, atau masih ada yang tinggal? Orang tua di tuntut untuk
peduli terhadap ibadah salat anaknya. Sebab salat adalah tiang agama,
kalau anak-anaknya telah mendirikan salat dengan baik dan benar rukun
syaratnya, berarti anak-anak kita telah menegakkan agama, sebaliknya
kalau anak-anak kita masih banyak meninggalkan salat, salatnya masih
asal-asalan, maka anak-anak kita telah mulai meruntuhkan agama. Akibat
dari tidak terkontrolnya salat anak oleh orang tua akan berujung kepada
lahirnya sikap acuh terhadap kebaikan dan mendekat dan tertariknya untuk
melakukan kemungkaran. Karena pada dasarnya mendirikan salat mencegah
seseorang dari perbuatan keji dan mungkar
”Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Ankabut :45).
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء
وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
”Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Ankabut :45).
Orang
tua yang berperan mendidik dan mengontrol salat anak-anaknya, penekanan
dalam mendidik anak setelah akidah adalah mendirikan salat, setelah
salat didirikan, maka dilanjutkan dengan mengarahkan pada pendidikan
dakwah, penyampaian kebenaran dan pencegahan kemungkaran. Menyebarkan
kebaikan, dan memberantas kemungakaran, baik dengan cara memberi contoh,
dengan lisan, maupun perbuatan. Menanamkan dalam diri anak untuk
selalu sabar menghadapi berbagai cobaan kehidupan dengan sabar semua
akan menjadi baik, dengan sabar pikiran menjadi cemerlang, dengan sabar
akan banyak jalan penyelesaian, sebab hanya dengan sabar orang akan
terselamatkan, dengan sabar manusia menjadi dekat dengan Tuhan, karena
kesabaranlah Allah menjadi cinta.
Dan tidak kalah
pentingnya adalah mendidik akhlak anak. Orang tua yang sadarkan
pentingnya kepribadian anak-anaknya akan berusaha menjadi teladan yang
terbaik bagi anak-anaknya. Baik dalam perkataan maupun perbuatan, dalam
taraf perkembangan jiwa dan kepribadiannya, anak meniru apa yang
dilihatdan dengar. Kalau orang tua kurang hati-hati dalam bertindak dan
bertutur kata, hingga anak-anaknya mengetahui dan mendengar, maka anak
secara reflek akan meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Maka
benar kata Rasulullah Saw bahwa anak terlahir dalam keadaan fitrah orang
tuanya yang akan membentuk anak-anaknya, apakah menjadi Nasrani, Yahudi
maupun Majusi, menjadikan anak yang soleh, berakhlak mulia atau
berakhlak buruk. Peran orang tua sangat besar terhadap pembentukan
karakter kepribadian anak-anaknya. Di sisi lain, masyarakat sekitar dan
pendidikan juga memberi andil yang besar dalam membentuk karakter dan
akhlak anak, untuk itu para orang tua hendaknya lebih-hati-hati dan
selektif dalam mencarikan lingkungan bermain dan pendidikan untuk buah
hatinya.
Paparan di atas, dapat dipahami beberapa
hal penting,
Pertama, Mendidik menjadi tanggung jawab kedua orang tua.
Kedua, Pendidikan pertama yang harus diberikan kepada anak adalah penanaman akidah yang benar.
Ketiga, Setelah pendidikan akidah, langkah pendidikan berikutnya adalah mendidik anak agar mencintai
dan mendirikan salat lima waktu dengan sadar tanpa ada paksaan.
Keempat, Mendidik anak untuk berjiwa pendakwah, yaitu suka memberi contoh dalam berbuat baik dan meninggalkan kemungakaran.
Kelima, Menekankan pendidikan kepada aspek akhlak yang mulia, seperti, sabar, qanaah, tawadhu, dermawan dan akhlak mahmudah lainnya.
Pertama, Mendidik menjadi tanggung jawab kedua orang tua.
Kedua, Pendidikan pertama yang harus diberikan kepada anak adalah penanaman akidah yang benar.
Ketiga, Setelah pendidikan akidah, langkah pendidikan berikutnya adalah mendidik anak agar mencintai
dan mendirikan salat lima waktu dengan sadar tanpa ada paksaan.
Keempat, Mendidik anak untuk berjiwa pendakwah, yaitu suka memberi contoh dalam berbuat baik dan meninggalkan kemungakaran.
Kelima, Menekankan pendidikan kepada aspek akhlak yang mulia, seperti, sabar, qanaah, tawadhu, dermawan dan akhlak mahmudah lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar